Terkait Sengketa Tanah di RT 010/009 Cilincing Saksi Sebut Sertifikat Dikuasai H Rohim

JAKARTA | jejakwarta.com, Sidang perkara sengketa tanah di RT 010/009 Kecamatan Cilincing Jakarta Utara makin terkuak keberadaan sertifikat no 31 kini sudah berubah jadi No. 3639 karena pemekaran wilayah yang yang tadinya Kelurahan menjadi Kecamatan Cilincing Jakarta Utara. Dalam Persidangan pimpinan majelis Hakim Maryono, dihadirkan dua orang saksi Rabu (28/05/2024). Dua orang saksi itu Ujang dan dan Munawar.

Dihadirkannya saksi tersebut untuk menelusuri keberadaan sertifikat tanah No.31 
Atas nama Jangkrik. 
Saksi  Ujang menerangkan didalam sidang, bahwa saksi tahu Djangkrik punya tanah ,dan tidak tahu jangkrik pernah menjual tanah , saksi mengaku  kenal ahli waris namun tidak kenal  M Syafei, saksi juga mengaku pernah diminta kecamatan menelusuri sertifikat no 31 dan saksi tahu sudah ada transaksi jual beli tapi belum ada ada sertifikat nya, sementara  sertifikat induk tidak  tahu dimana.

Berbeda dengan keterangan Munawar yang mengaku kenal dengan ahli waris juga menyebut beberapa nama yaitu  Banjir,Budi Herman, dan HRohim . Tentang diblokir nya sertifikat No 31 saksi tidak tahu alasannya, saksi juga menerangkan  Budi adalah  kawan tukang balik nama sertifikat, pada tahun 1993 pernah ditawarkan  Herman tanah  dilokasi tersebut,

 Saksi juga menerangkan Aris adalah merupakan cucu Syafei , cicit dari Djangkrik ,saksi yang mengaku   kenal dengan Sunardi tahun  2019 itu menerangkan H Rohim yang memegang sertifikat no 31 sekarang 3679 dan saksi pernah bertemu dengan Banjir da H Rohim ,  awalnya saksi tidak tahu kalau tanah milik Djakrik itu sudah dijual baru tahu setelah ada gugatan di Pengadilan. Saksi juga menerangkan kalau yang menjadi objek perkara ini sekarang sudah penuh bangunan rumah orang lain, saksi tidak tahu kenapa sewa atau juaal beli.

Berawal dari ratusan  warga yang membeli tanah dari M Syafei (cucu dari alm Djangkrik) selaku kuasa waris dari Djangkrik diantaranya Sujono berdasarkan Akta Jual Beli (AJB) No.384/JB/XII/1998 seluas 110,66 M2 dalam sertifikat No 31 sekarang menjadi No 3679 karena pemekaran wilayah Cilincing, namun para warga tidak dapat memecah sertifikat dikarenakan tidak ada sertifikat induk yaitu sertifikat no 3679 , justru Aris salah satu tergugat memblokir sertifikat tersebut. Berdasarkan hal itu para warga melalu tim  kuasa Hukumnya dari Kantor Hukum PASA,MAHA dan REKAN, melakukan upaya hukum setelah somasi tidak diindahkan oleh para tergugat,hingga akhirnya melakukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Utara.

Dengan dasar hukum penggugat membeli tanah melalui M Syafei selaku kuasa ahli waris pada 17 Desember 1989 berlokasi di Kampung Cilincing, Koja Jakarta Utara diatas Sertifikat Hak Milik (SHM)  Nomor 3679/Cilincing atas nama Djangkrik dahulu SHM No 31. Setelah membeli tanah tersebut didirikan bangunan berupa rumah,objek tanah tersebut sejak tahun 1988 dikuasai para tergugat selaku pembeli yang sebagian besar memiliki AJB . Para tergugat dalam melaksanakan kewajibannya mendaftarkan objek tanah yang dibeli dari M Syafei melalui mekanisme pemecahan sertifikat melalui Kantor Agraria Jakarta Utara belum dilakukan dengan alasan nanti kalau sudah terjual semua supaya biaya lebih ringan.

Hingga M Syafei meninggal dan keseluruhan tanah terjual belum juga dilakukan dan para penggugat tidak mendapatkan kepastian, akibat ketidak pastian penggugat menelusuri keberadaan sertifikat tersebut dan ditemukan fakta salah satu oknum menawarkan tanah tersebut ke Dinas Kehutanan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang pada akhirnya tidak ditindaklanjuti oleh karena permasalahan kepemilikan tanah. Setelah dilakukan mediasi oleh kantor BPN tidak juga menemui jalan keluar hingga akhirnya menggugat perbuatan melawan hukum.

Dalam petitum gugatan itu para penggugat melalui tim kuasa hukumnya mohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan menyidangkan perkara nya agar, mengabulkan seluruh gugatan para warga yaitu, menyatakan Akta Jual Beli No384/JB/XII/1998 sah menurut hukum, menyatakan penggugat sebagai pemilik yang sah, menyatakan para tergugat yang merupakan ahli waris M Syafei yang menguasai fisik sertifikat no 3679 adalah perbuatan melawan hukum, menghukum para tergugat untuk menyerahkan sertifikat tersebut 7 hari setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap.

Memerintahkan turut tergugat untuk melakukan balik nama sertifikat SHM Djangkrik menjadi nama penggugat, menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar Rp 500 ribu /hari kepada penggugat setiap keterlambatan dalam melaksanakan isi putusan setelah memiliki kekuatan hukum tetap, menghukum para tergugat secara tanggung renteng membayar ganti kerugian materil sebesar Rp 651.082.000,- dan imateril sebesar Rp 2.100.000.000,- serta membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara ini. Atau apabila majelis hakim memiliki pendapat lain agar memutuskan yang se adil-adilnya.

Dalam persidangan gugatan yang berbeda 
Saksi Gondo dan M Salim, dihadapan majelis hakim pimpinan Hakim Gede Sunarjana, menerangkan bahwa penggugat tinggal di tempat tersebut, penggugat punya tanah di RT 010/009 Cilincing ,saksi yang merupakan ketua RT itu juga menerangkan ,luas tanah 180 m2 dibeli sejak 1989, tahu waktu menyerahkan data ke BPN beli tanah dari M Syafei ahli waris dari  Djangkrik, sertifikat SHM 31 seluas 1,2 H membeli 180 transaksi dilakukan di kec Cilincing,ada AJB yang membuat camat Cilincing ,  jual beli dengan Syafei dan Yami,  waktu itu tanah kosong setelah dibeli dibangun kontrakan tahun 1989,hingga sekarang belum dapat sertifikat ketika warga mau melakukan pemecahan tahun 2018, namun belum terlaksana, saat ini sertifikat masih di pegang ahli waris , sudah mediasi oleh BPN, saksi jadi RT sejak 2004 , SHM No 31 berubah 3639 karena perubahan wilayah dari kelurahan jadi kecamatan Cilincing, 

Saksi menjelaskan selaku ketua RT,warga sudah menyerahkan KTP  untuk mengurus sertifikat ke BPN  , ada 124 berkas pembeli yang sampai saat ini masih tinggal disitu hanya memiliki AJB , penataan segel dari lurah dan kwitansi , sementara sudah meninggal Syafei tahun 2018 . Saksi menerangkan juga ada yang mengukur wilayah tanpa pemberitahuan tanpa ijin dr RT RW setempat, rencananya untuk pemakaman ada yang jual tanah Dinas Pertamanan, dengan luas tanah tersebut, dan Dinas Pertamanan tidak jadi membeli tanah tersebut . Semua data warga ada arsip di BPN masih tersimpan, para pembeli terkendala dalam membuat sertifikat karena tidak ada sertifikat induknya ,tiba2 ahli waris Aris muncul dan memblokir sertifikat tersebut, pembeli sudah menghubungi ahli waris janji akan di bicarakan namun hingga saat ini tidak ada jalan keluar, mediasi inisiatif BPN sebagai mediator , tiba tiba ahli waris menawarkan langsung ke Dinas Pertamanan yang akhirnya batal, dari 125 pembeli  yang memiliki AJB ada 60 %sisamya kwitansi . 

Sementara dalam perkara Gugatan 692 , saksi T Sunardi mengungkapkan kenal Surini, Iwarno, Sriwati,Iswanto, Iswandi, Aris kenal,, kenal Iswanto tergugat 7 dan yang memblokir sertifikat.

Saksi juga mengatakan , pernah lihat sertifikat asli waktu buat AJB dikantor kecamatan atas nama Djangkrik saksi juga pembeli tanah seluas luas 280 m2 bagian dari  dari sertifikat Djangkrik, dari  ahli waris  Syafei  sampai saat ini tidak berhasil memecah sertifikat dari BPN harus ada sertifikat induk sementara diblokir sama oleh Aris  .
"Semenjak beli aman tidak ada yang keberatan , nanti kalau sudah terjual semua baru di bawa ke BPN biar biayanya murah" . Kata saksi yang faham betul letak tanah yang menjadi objek perkara.

Diluar persidangan Sujono dan Sunardi  menyebut ada mafia tanah dalam perkara ini yang diduga sudah berhubungan dengan para tergugat, "saksi bohong sebut nama yang tidak ada hubungannya seperti Banjir dan Herman, dan lainya , kami tinggal disitu tidak numpang tapi membeli tanah tersebut, siapa itu Budi siapa Herman,  kami mohon ada kepedulian dari aparat hukum dan Mentri AHY yang berjanji akan memberantas mafia tanah"  .

" Kepada yth menteri Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) kami mohon perhatianya " tutup Sujono .

(R. Oji)
Diberdayakan oleh Blogger.